beranda

Selasa, 02 April 2013

KAYA HARTA, MISKIN HATI

KAYA HARTA, MISKIN HATI
Oleh : Linda Putriyana

Kehidupanku memang bisa dikatakan mapan, itu semua Aku capai dengan jerih payahku bersama dengan sang Istri. Namun, kebahagiaanku tak lengkap tanpa seorang buah hati, selama 6 tahun menikah Aku dan Istriku belum dikaruniai Anak. Aku sangat kesepian dengan hidupku ini, apalagi setelah lima hari yang lalu, Istriku pergi ke suatu tempat yang sangat jauh disana.
Hari-hari yang ku lewati sekarang seperti layaknya bulan tanpa kehadiran bintang, yang  sepi, redup, dan sebatangkara. Aku memang sudah terbiasa dengan seorang sopir pribadi, pengawal, dan pelayan. Namun kehadiran Mereka sama sekali tidak menghilangkan rasa kesepianku ini. Aku jenuh jika terus-terusan hidup seperti ini, aku ingin mencari pengganti Istriku, namun Aku rasa tak ada yang lebih baik darinya. Sehingga Aku memutuskan untuk hidup sendiri tanpa Istri dan Anak.
Tidur sendiri, makan sendiri, tak ada teman bergurau, tak ada kebersamaan, dan tak ada kehangatan. Setiap malam ku merenung memandangi rembulan yang masih kokoh berdiri tanpa adanya bintang. Aku ingin menjadi seperti rembulan itu, yang selalu kuat dan tegar menjalani hari-harinya ketika tanpa adanya bintang, rembulan itu tetap indah nan bersinar cantik menerangi bumi. Namun, Aku terlalu lemah untuk bisa menjadi sepertinya.
Setiap kali Aku jenuh, Aku selalu mengajak sopirku untuk menemaniku keliling ramainya kota Jogjakarta. Seperti biasa, tempat yang paling sering Aku dan Istriku kunjungi adalah di Malioboro, sehingga Aku memutuskan untuk pergi kesana. Kadang saat sampai di tempat itu, air mataku menetes dengan sendirinya. Mungkin karena teringat kenangan bersama istriku dulu di Malioboro. Aku memandangi setiap sudut tempat-tempat di Malioboro, dan satu yang paling Aku ingat di Malioboro, yaitu pohon besar yang terletak di samping Swalayan itu, disitu tempat pertama kali Aku dan Istriku bertemu dan menjalin kasih. Masih teringat sekali saat itu Aku menggoreskan batang Pohon besar itu dengan pisau kecilku, dan mengukir “ Zandy dan Selma bahagia bersama, menderita bersama”. Masih terpampang jelas kalimat itu di batang pohon besar  dekat swalayan.
Dulu memang Aku dan Selma istriku berjanji untuk bahagia bersama dan menderita bersama. Namun, janji itu terhalang oleh waktu dan tempat. Kini Aku dan selma sudah berbeda tempat, sudah tidak bisa lagi menjalani kebahagiaan bersama dan menderita bersama. Mungkin di alam sana Selma sudah bahagia, tetapi Aku disini yang menderita. Aku menderita karena sebagian hatiku telah pergi, Aku menderita karena kesepian. Tetapi, apalah daya Aku harus tetap menjalani kehidupanku, aku harus bangkit dari keterpurukanku selama ini.
Semua cara telah Aku lakukan hanya untuk menghilangkan rasa sepi di hatiku ini, mulai dari berjalan-jalan keliling kota, main games, sampai Aku pernah menyewa sebuah kontrakan kecil untuk menenangkan diri. Namun itu semua sama sekali tidak merubah perasaanku.
Dulu saat Istriku masih ada, Aku bersama Istriku sering sekali bermain Golf dan berkuda bersama, mungkin kegiatan itu hampir setiap 3 hari sekali Kami lakukan. Tetapi semenjak Istriku meninggalkanku, Aku sudah tak ada gairah lagi untuk melakukan hal itu.
Aku masih belum bisa merelakan kepergian Istriku, Aku terlalu mencintainya. Kasih sayangnya itu tak akan pernah ku lupakan sepanjang hidupku ini. Dia yang selalu menemaniku saat suka maupun duka. Tanpa semangat darinya, mungkin sekarang Aku masih menjadi gembel.
Aku sangat salut mempunyai Istri seperti Selma, Dia adalah orang yang tidak melihat tampang dan kekayaan. Buktinya dulu, sebelum Aku menjadi Jutawan seperti sekarang ini, selma tetap menerima keadaanku. Saat itu aku hanyalah seorang tukang koran keliling, yang berbaju compang-camping dan kusut, namun Aku tetap mengutamakan Sekolahku. Hingga akhirnya dengan semangatku yang tinggi ditambah lagi dengan support dari selma, Aku bisa tamat sekolah dan sekarang Aku mempunyai tempat penerbitan buku sendiri. Nama penerbitanku adalah ‘Zanma’, nama itu Aku ambil dari gabungan namaku (zandy) dan nama istriku (selma).
Penerbitan Buku Zanma, sampai sekarang masih kokoh berdiri menyimpan jutaan kenangan. Aku dan selma mendirikan itu mulai dari nol. Aku dan selma memang sama-sama seorang anak yatim piatu, olehkarena itu Kami bekerja keras untuk melanjutkan hidup.
Menjadi seorang ‘Jutawan’ seperti memang tidak selamanya menyenangkan. Buktinya Aku, aku memang mempunyai segalanya, namun semua itu tak ada harganya kalau hanya hidup sebatangkara seperti ini. Hidup hanya dengan para pegawai saja, tanpa istri dan tanpa anak, tanpa orangtua pula. Sungguh hal yang paling menyedihkan untukku.
Jika aku flashback ke belakang, kadang ingin balik lagi ke masa lalu. Masa dimana aku menjadi tukang koran keliling. Aku memilih itu dengan sebuah alasan. Pertama, saat dulu aku menjadi tukang koran, ada sosok wanita yang sangat perhatian denganku (selma), kedua banyak yang peduli denganku. Tidak seperti sekarang, ternyata uang bukanlah segalanya menjamin kebahagiaan. Aku lebih bahagia miskin dengan orang yang ku sayangi, daripada Aku kaya, namun tak bersama seseorang yang ku sayangi.
Sulit sekali mencari pengganti orang yang paling kita sayangi, meskipun orang itu telah tiada. Memang sekarang banyak wanita-wanita yang mendekatiku dan mencoba memikat hatiku. Namun, Aku rasa mereka mendekatiku karena sebuah harta. Tidak seperti selma yang tak mengharapkan harta dariku. Dulu selama selma masih ada, dia belum pernah meminta uang sepeserpun padaku. Dia hanya menginginkan satu dariku yakni kasih sayangku.
Aku sudah bosan dengan semua ini, 7 tahun sudah selma meninggalkanku. Aku sudah tak kuat lagi hidup berlimpah harta namun tetap saja kesepian. Aku akan melakukan pencarian wanita yang cocok untuk menemaniku, wanita yang benar-benar tidak mengharapkan hartaku, wanita yang benar-benar menyayangiku dan mencintaiku sepenuh hati. Sehhingga Aku memutuskan untuk berbuat suatu hal yang mungkin belum pernah orang lain lakukan.
Hari ini aku akan pergi ke makam tempat peristirahatan selma dengan tujuan untuk meminta izin mencari pasangan hidup baru. Aku memang tidak tega kalau di alam sana selma melihatku bersama wanita lain, namun mungkin selma disana juga tidak tega melihatku kesepian sepanjang waktu. Aku menaruh seikat bunga diatas selimut tebal peristirahan selma, aku mencium nisannya dan berharp selma disana mengizinkanku untuk mencari pasangan hidupku yang baru, dan Aku rasa selma disana tersenyum melihatku bersemangat lagi.
Aku langsung bergegas merencanakan misiku untuk pencarian sosok pendampingku kelak, Aku mengambil baju dan celana bekas yang dulu sempat aku simpan di gudang barang-barang bekas. Aku gunting bagian baju bekas itu sedikit demi sedikit sehingga terkesan jelek dan sangat kumuh, dan aku langsung menempelkannya di tubuhku. Aku mengenakan baju dan celana compang-camping itu serta aku memakai topi pegawaiku yang telah kusam. Ku tinggalkan Rumah mewahku, ku simpan kemeja, jas, dasi, dan sepatuku. Aku keluar dengan mengenakan pakaian compang-camping dan Aku langsung bergegas menuju lampu merah untuk berpura-pura menjadi pengemis.
Para pembantku aneh melihatku melakukan hal itu, Mereka kebingungan dengan tingkahku yang tiba-tiba sok menjadi pengemis.
“ Mohon maaf Tuan Zandy, Anda mengapa berpakaian seperti ini? “ tanya sopirku
“ Aku hanya ingin refreshing saja “ ucapku singkat samil berjalan
Mungkin dalam hati sopirku, Aku sudah gila melakukan hal seperti itu. Masa iya, refreshing itu berpura-pura menjadi pengemis. Aku tak peduli dengan semua itu, Aku tetap berjalan melakukan misiku.
Aku menutup sebagian wajahku dengan topi bekas pegawaiku, dengan tujuan agar semua orang yang melihatku, tak ada yang mengenaliku. Hingga akhirnya sampai di lampu merah, Aku menjulurkan plastik bekas permen ke sebuah mobil yang Aku tau, pemilik mobil itu adalah sekertaris di perusahaanku.
“ Permisi Bu Saya belum makan, saya lapar “ ucapku denga nada penuh memelas
“ Lapar kok minta makannya ke Saya, emangnya Saya Ibumu. Pergi kamu ! “ bentak sekertarisku
Aku langsung pergi meninggalkan mobil itu, dan dengan kejadian tadi Aku sekarang tau bagaimana sifat sekertarisku. Sungguh sangat tidak pantas dipekerjakan di perusahaanku.
Memang benar, Orang itu kebanyakan menghormati kita karena sebuah jabatan dan harta. Padahal seharusnya semua orang patut kita hormati, apalagi orang yang lebih tua dari kita. Menurutku, kedudukan semua orang sama. Yang membedakan adalah kedudukan kita dimata tuhan.
Aku berjalan melangkahkan kakiku, ke sebuah Ruko kecil dekat lampu merah. Aku duduk disitu sambil menjulurkan tangan kananku kedepan berharap ada seseorang yang iba melihatku.
Beberapa menit kemudian, ada seorang wanita cantik berpenampilan sederhana mendekatiku
“Anda  terlihat sangat capek dan lapar Pak, apa bisa Saya bantu?” tawarnya
“Oh, terimakasih mbak, Anda sungguh baik hati” ucapku lemah
Tak lama kemudian Ia menemaniku beberapa saat sekedar untuk berbincang-bincang sebentar. Aku tak menyangka ternyata masih ada orang yang peduli dengan orang miskin dan kumel sepertiku saat ini. Sungguh wanita yang jarang ditemukan.
“Apa anda sudah berkeluarga?” tanyaku
“ Belum, dari sekian banyak lelaki yang mendekatiku semuanya hanya ingin memuaskan keinginannya saja. Tak ada satupun yang benar-benar mencintaiku” jawabnya
Aku terdiam mendengar jawabannya, ternyata Dia senasib denganku. Hari itu juga Aku berkenalan dengannya dan hari itu juga tak tau kenapa hidupku agak sedikit cerah karenanya. Setelah sekian menit berbincang-bincang dengannya, Aku memutuskan untuk pulang dan berterimakasih padanya karena telah mengasihaniku dan memperdulikanku.
Sesampainya di Rumah, Aku langsung melepas semua pakaian kebohongan itu. Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan dan membersihkan tubuhku dari bau matahari dan debu-debu di jalanan. Fikiranku masih terfokus pada wanita yang tadi siang Aku temui di Ruko dekat lampu merah itu. Aku rasa dia bisa menggantikan sosok selma untukku, yang ku ingat nama wanita itu adalah Vira.
Seperti biasa, keesokan harinya Aku pergi ke Makam salma untuk meminta restu mendekati Vira, dan Aku langsung mengenakan pakaian yang kusut dan dekil yang kemarin Aku pakai pada saat berpura-pura mengemis.
Aku pergi ke tempat biasa, yakni lampu merah yang sama seperti kemarin Aku kunjungi, dan tak ku sangka Aku menemui Vira lagi di dekat Ruko itu. Aku mendekati Vira dan menyapanya.
“ Selamat siang Vira? “ sapaku
“ Siang Zandy. Bagaimana hasil kerjamu hari ini ?” tanyanya
“ Cukup untuk mengganjal perut dan cukup untuk membelikanmu seikat bunga mawar “ godaku
“ Sebaiknya Kamu simpan saja uangmu untuk esok nanti “
“ Iya Vir. Vira ? kalau Aku boleh tau Kamu kerja apa ? “
“ Aku kerja sebagai Pembantu rumah tangga di belakang Ruko ini”
“ Ohh begitu ya? Vira, apa boleh Aku jujur? “ tanyaku
“ Iya, kenapa Zandy ? katakan saja”
“ Aku menyayangimu sejak pertama Kamu peduli sama Aku “
“ Apa ? “ jawabnya kaget
“ Iya Vir, Apa Kamu juga sama sepertiku? “ tanyaku dengan berani
“ Sebenarnya, Aku juga sama sepertimu zandy. Aku tak melihat profesimu apa, wajahmu bagaimana, yang aku lihat dan aku suka dari kamu adalah, kamu selalu membuatku tersenyum dan tenang. Itu yang ku rasakan kalau dekat denganmu” jawab Vira
“ Sungguh? Kamu mencintaiku? Ada hal yang ingin ku katakan padamu”
“ Sungguh. Katakanlah ! “
“ Maaf Aku telah membohongimu selama ini, Sebenarnya Aku bukan seorang pengemis seperti yang kamu tau”
“ Maksudmu?”
Aku mengajaknya berjalan menuju Rumah megahku
“ Ini Rumahku, Aku melakukan hal seperti ini hanya untuk menemukan sosok wanita sepertimu Vira “
Vira terdiam membisu mendengar penjelasan Zandy
“ Apa Kamu menerimaku vir? “ tanyaku
“ Aku menerimamu sebelum kamu memberi tau kalau Kamu adalah orang kaya, aku tak melihat kekayaanmu zandy. Aku tetap menyayangimu. Tetapi, Aku juga ingin mengatakan satu hal padamu.”
“ Makasih vir, apa itu? “
“ Aku juga sama sepertimu, Aku berpura-pura menjadi pembantu rumah tangga dengan alasan aku ingin mencari sosok laki-laki yang cocok menemani hidupku. Aku sama sepertimu zandy”
“ Apa? “ tanyaku kaget
“ Iya zandy, maafkan Aku.”
“ Iya vir, Aku menyayangimu “ ucapu sambil memberanikan diri memeluknya
Setelah kejadian itu, Aku langsung melamar vira dan langsung menikahinya. Tak ku sangka, ternyata di Dunia ini harta itu benar-benar tidak menjamin Kita bahagia. Satu-satunya yang membuat hidup kita berwarna dan bahagia adalah kasih sayang yang tulus. Kasih sayang yang benar-benar timbul dari hati nurani kita.
Sekarang Aku hidup bahagia bersama Vira, sebagian hatiku yang dulu hilang kini telah terisi kembali oleh kehadiran vira, walaupun Aku masih selalu teringat akan selma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar