Oleh : Linda Putriyana
Kehidupanku
memang bisa dikatakan mapan, itu semua Aku capai dengan jerih payahku bersama
dengan sang Istri. Namun, kebahagiaanku tak lengkap tanpa seorang buah hati, selama
6 tahun menikah Aku dan Istriku belum dikaruniai Anak. Aku sangat kesepian
dengan hidupku ini, apalagi setelah lima hari yang lalu, Istriku pergi ke suatu
tempat yang sangat jauh disana.
Hari-hari
yang ku lewati sekarang seperti layaknya bulan tanpa kehadiran bintang,
yang sepi, redup, dan sebatangkara. Aku
memang sudah terbiasa dengan seorang sopir pribadi, pengawal, dan pelayan.
Namun kehadiran Mereka sama sekali tidak menghilangkan rasa kesepianku ini. Aku
jenuh jika terus-terusan hidup seperti ini, aku ingin mencari pengganti Istriku,
namun Aku rasa tak ada yang lebih baik darinya. Sehingga Aku memutuskan untuk
hidup sendiri tanpa Istri dan Anak.
Tidur
sendiri, makan sendiri, tak ada teman bergurau, tak ada kebersamaan, dan tak
ada kehangatan. Setiap malam ku merenung memandangi rembulan yang masih kokoh
berdiri tanpa adanya bintang. Aku ingin menjadi seperti rembulan itu, yang
selalu kuat dan tegar menjalani hari-harinya ketika tanpa adanya bintang, rembulan
itu tetap indah nan bersinar cantik menerangi bumi. Namun, Aku terlalu lemah
untuk bisa menjadi sepertinya.
Setiap
kali Aku jenuh, Aku selalu mengajak sopirku untuk menemaniku keliling ramainya
kota Jogjakarta. Seperti biasa, tempat yang paling sering Aku dan Istriku
kunjungi adalah di Malioboro, sehingga Aku memutuskan untuk pergi kesana.
Kadang saat sampai di tempat itu, air mataku menetes dengan sendirinya. Mungkin
karena teringat kenangan bersama istriku dulu di Malioboro. Aku memandangi
setiap sudut tempat-tempat di Malioboro, dan satu yang paling Aku ingat di
Malioboro, yaitu pohon besar yang terletak di samping Swalayan itu, disitu
tempat pertama kali Aku dan Istriku bertemu dan menjalin kasih. Masih teringat
sekali saat itu Aku menggoreskan batang Pohon besar itu dengan pisau kecilku,
dan mengukir “ Zandy dan Selma bahagia bersama, menderita bersama”. Masih
terpampang jelas kalimat itu di batang pohon besar dekat swalayan.
Dulu
memang Aku dan Selma istriku berjanji untuk bahagia bersama dan menderita
bersama. Namun, janji itu terhalang oleh waktu dan tempat. Kini Aku dan selma
sudah berbeda tempat, sudah tidak bisa lagi menjalani kebahagiaan bersama dan
menderita bersama. Mungkin di alam sana Selma sudah bahagia, tetapi Aku disini
yang menderita. Aku menderita karena sebagian hatiku telah pergi, Aku menderita
karena kesepian. Tetapi, apalah daya Aku harus tetap menjalani kehidupanku, aku
harus bangkit dari keterpurukanku selama ini.
Semua
cara telah Aku lakukan hanya untuk menghilangkan rasa sepi di hatiku ini, mulai
dari berjalan-jalan keliling kota, main games, sampai Aku pernah menyewa sebuah
kontrakan kecil untuk menenangkan diri. Namun itu semua sama sekali tidak
merubah perasaanku.
Dulu
saat Istriku masih ada, Aku bersama Istriku sering sekali bermain Golf dan
berkuda bersama, mungkin kegiatan itu hampir setiap 3 hari sekali Kami lakukan.
Tetapi semenjak Istriku meninggalkanku, Aku sudah tak ada gairah lagi untuk
melakukan hal itu.
Aku
masih belum bisa merelakan kepergian Istriku, Aku terlalu mencintainya. Kasih
sayangnya itu tak akan pernah ku lupakan sepanjang hidupku ini. Dia yang selalu
menemaniku saat suka maupun duka. Tanpa semangat darinya, mungkin sekarang Aku
masih menjadi gembel.
Aku
sangat salut mempunyai Istri seperti Selma, Dia adalah orang yang tidak melihat
tampang dan kekayaan. Buktinya dulu, sebelum Aku menjadi Jutawan seperti
sekarang ini, selma tetap menerima keadaanku. Saat itu aku hanyalah seorang
tukang koran keliling, yang berbaju compang-camping dan kusut, namun Aku tetap
mengutamakan Sekolahku. Hingga akhirnya dengan semangatku yang tinggi ditambah
lagi dengan support dari selma, Aku bisa tamat sekolah dan sekarang Aku
mempunyai tempat penerbitan buku sendiri. Nama penerbitanku adalah ‘Zanma’, nama
itu Aku ambil dari gabungan namaku (zandy) dan nama istriku (selma).
Penerbitan
Buku Zanma, sampai sekarang masih kokoh berdiri menyimpan jutaan kenangan. Aku
dan selma mendirikan itu mulai dari nol. Aku dan selma memang sama-sama seorang
anak yatim piatu, olehkarena itu Kami bekerja keras untuk melanjutkan hidup.
Menjadi
seorang ‘Jutawan’ seperti memang tidak selamanya menyenangkan. Buktinya Aku, aku
memang mempunyai segalanya, namun semua itu tak ada harganya kalau hanya hidup
sebatangkara seperti ini. Hidup hanya dengan para pegawai saja, tanpa istri dan
tanpa anak, tanpa orangtua pula. Sungguh hal yang paling menyedihkan untukku.
Jika
aku flashback ke belakang, kadang ingin balik lagi ke masa lalu. Masa dimana
aku menjadi tukang koran keliling. Aku memilih itu dengan sebuah alasan.
Pertama, saat dulu aku menjadi tukang koran, ada sosok wanita yang sangat
perhatian denganku (selma), kedua banyak yang peduli denganku. Tidak seperti
sekarang, ternyata uang bukanlah segalanya menjamin kebahagiaan. Aku lebih
bahagia miskin dengan orang yang ku sayangi, daripada Aku kaya, namun tak
bersama seseorang yang ku sayangi.
Sulit
sekali mencari pengganti orang yang paling kita sayangi, meskipun orang itu
telah tiada. Memang sekarang banyak wanita-wanita yang mendekatiku dan mencoba
memikat hatiku. Namun, Aku rasa mereka mendekatiku karena sebuah harta. Tidak
seperti selma yang tak mengharapkan harta dariku. Dulu selama selma masih ada,
dia belum pernah meminta uang sepeserpun padaku. Dia hanya menginginkan satu
dariku yakni kasih sayangku.
Aku
sudah bosan dengan semua ini, 7 tahun sudah selma meninggalkanku. Aku sudah tak
kuat lagi hidup berlimpah harta namun tetap saja kesepian. Aku akan melakukan
pencarian wanita yang cocok untuk menemaniku, wanita yang benar-benar tidak
mengharapkan hartaku, wanita yang benar-benar menyayangiku dan mencintaiku
sepenuh hati. Sehhingga Aku memutuskan untuk berbuat suatu hal yang mungkin
belum pernah orang lain lakukan.
Hari
ini aku akan pergi ke makam tempat peristirahatan selma dengan tujuan untuk
meminta izin mencari pasangan hidup baru. Aku memang tidak tega kalau di alam
sana selma melihatku bersama wanita lain, namun mungkin selma disana juga tidak
tega melihatku kesepian sepanjang waktu. Aku menaruh seikat bunga diatas selimut
tebal peristirahan selma, aku mencium nisannya dan berharp selma disana
mengizinkanku untuk mencari pasangan hidupku yang baru, dan Aku rasa selma
disana tersenyum melihatku bersemangat lagi.
Aku
langsung bergegas merencanakan misiku untuk pencarian sosok pendampingku kelak,
Aku mengambil baju dan celana bekas yang dulu sempat aku simpan di gudang
barang-barang bekas. Aku gunting bagian baju bekas itu sedikit demi sedikit
sehingga terkesan jelek dan sangat kumuh, dan aku langsung menempelkannya di
tubuhku. Aku mengenakan baju dan celana compang-camping itu serta aku memakai
topi pegawaiku yang telah kusam. Ku tinggalkan Rumah mewahku, ku simpan kemeja,
jas, dasi, dan sepatuku. Aku keluar dengan mengenakan pakaian compang-camping
dan Aku langsung bergegas menuju lampu merah untuk berpura-pura menjadi
pengemis.
Para
pembantku aneh melihatku melakukan hal itu, Mereka kebingungan dengan tingkahku
yang tiba-tiba sok menjadi pengemis.
“
Mohon maaf Tuan Zandy, Anda mengapa berpakaian seperti ini? “ tanya sopirku
“
Aku hanya ingin refreshing saja “ ucapku singkat samil berjalan
Mungkin
dalam hati sopirku, Aku sudah gila melakukan hal seperti itu. Masa iya,
refreshing itu berpura-pura menjadi pengemis. Aku tak peduli dengan semua itu,
Aku tetap berjalan melakukan misiku.
Aku
menutup sebagian wajahku dengan topi bekas pegawaiku, dengan tujuan agar semua
orang yang melihatku, tak ada yang mengenaliku. Hingga akhirnya sampai di lampu
merah, Aku menjulurkan plastik bekas permen ke sebuah mobil yang Aku tau,
pemilik mobil itu adalah sekertaris di perusahaanku.
“
Permisi Bu Saya belum makan, saya lapar “ ucapku denga nada penuh memelas
“
Lapar kok minta makannya ke Saya, emangnya Saya Ibumu. Pergi kamu ! “ bentak
sekertarisku
Aku
langsung pergi meninggalkan mobil itu, dan dengan kejadian tadi Aku sekarang
tau bagaimana sifat sekertarisku. Sungguh sangat tidak pantas dipekerjakan di
perusahaanku.
Memang
benar, Orang itu kebanyakan menghormati kita karena sebuah jabatan dan harta.
Padahal seharusnya semua orang patut kita hormati, apalagi orang yang lebih tua
dari kita. Menurutku, kedudukan semua orang sama. Yang membedakan adalah kedudukan
kita dimata tuhan.
Aku
berjalan melangkahkan kakiku, ke sebuah Ruko kecil dekat lampu merah. Aku duduk
disitu sambil menjulurkan tangan kananku kedepan berharap ada seseorang yang
iba melihatku.
Beberapa
menit kemudian, ada seorang wanita cantik berpenampilan sederhana mendekatiku
“Anda terlihat sangat capek dan lapar Pak, apa bisa
Saya bantu?” tawarnya
“Oh,
terimakasih mbak, Anda sungguh baik hati” ucapku lemah
Tak
lama kemudian Ia menemaniku beberapa saat sekedar untuk berbincang-bincang
sebentar. Aku tak menyangka ternyata masih ada orang yang peduli dengan orang
miskin dan kumel sepertiku saat ini. Sungguh wanita yang jarang ditemukan.
“Apa
anda sudah berkeluarga?” tanyaku
“
Belum, dari sekian banyak lelaki yang mendekatiku semuanya hanya ingin
memuaskan keinginannya saja. Tak ada satupun yang benar-benar mencintaiku”
jawabnya
Aku
terdiam mendengar jawabannya, ternyata Dia senasib denganku. Hari itu juga Aku
berkenalan dengannya dan hari itu juga tak tau kenapa hidupku agak sedikit
cerah karenanya. Setelah sekian menit berbincang-bincang dengannya, Aku
memutuskan untuk pulang dan berterimakasih padanya karena telah mengasihaniku
dan memperdulikanku.
Sesampainya
di Rumah, Aku langsung melepas semua pakaian kebohongan itu. Aku langsung pergi
ke kamar mandi untuk menyegarkan dan membersihkan tubuhku dari bau matahari dan
debu-debu di jalanan. Fikiranku masih terfokus pada wanita yang tadi siang Aku
temui di Ruko dekat lampu merah itu. Aku rasa dia bisa menggantikan sosok selma
untukku, yang ku ingat nama wanita itu adalah Vira.
Seperti
biasa, keesokan harinya Aku pergi ke Makam salma untuk meminta restu mendekati
Vira, dan Aku langsung mengenakan pakaian yang kusut dan dekil yang kemarin Aku
pakai pada saat berpura-pura mengemis.
Aku
pergi ke tempat biasa, yakni lampu merah yang sama seperti kemarin Aku
kunjungi, dan tak ku sangka Aku menemui Vira lagi di dekat Ruko itu. Aku
mendekati Vira dan menyapanya.
“
Selamat siang Vira? “ sapaku
“
Siang Zandy. Bagaimana hasil kerjamu hari ini ?” tanyanya
“
Cukup untuk mengganjal perut dan cukup untuk membelikanmu seikat bunga mawar “
godaku
“
Sebaiknya Kamu simpan saja uangmu untuk esok nanti “
“
Iya Vir. Vira ? kalau Aku boleh tau Kamu kerja apa ? “
“
Aku kerja sebagai Pembantu rumah tangga di belakang Ruko ini”
“
Ohh begitu ya? Vira, apa boleh Aku jujur? “ tanyaku
“
Iya, kenapa Zandy ? katakan saja”
“
Aku menyayangimu sejak pertama Kamu peduli sama Aku “
“
Apa ? “ jawabnya kaget
“
Iya Vir, Apa Kamu juga sama sepertiku? “ tanyaku dengan berani
“
Sebenarnya, Aku juga sama sepertimu zandy. Aku tak melihat profesimu apa,
wajahmu bagaimana, yang aku lihat dan aku suka dari kamu adalah, kamu selalu
membuatku tersenyum dan tenang. Itu yang ku rasakan kalau dekat denganmu” jawab
Vira
“
Sungguh? Kamu mencintaiku? Ada hal yang ingin ku katakan padamu”
“
Sungguh. Katakanlah ! “
“
Maaf Aku telah membohongimu selama ini, Sebenarnya Aku bukan seorang pengemis
seperti yang kamu tau”
“
Maksudmu?”
Aku
mengajaknya berjalan menuju Rumah megahku
“
Ini Rumahku, Aku melakukan hal seperti ini hanya untuk menemukan sosok wanita
sepertimu Vira “
Vira
terdiam membisu mendengar penjelasan Zandy
“
Apa Kamu menerimaku vir? “ tanyaku
“
Aku menerimamu sebelum kamu memberi tau kalau Kamu adalah orang kaya, aku tak
melihat kekayaanmu zandy. Aku tetap menyayangimu. Tetapi, Aku juga ingin
mengatakan satu hal padamu.”
“
Makasih vir, apa itu? “
“
Aku juga sama sepertimu, Aku berpura-pura menjadi pembantu rumah tangga dengan
alasan aku ingin mencari sosok laki-laki yang cocok menemani hidupku. Aku sama
sepertimu zandy”
“
Apa? “ tanyaku kaget
“
Iya zandy, maafkan Aku.”
“
Iya vir, Aku menyayangimu “ ucapu sambil memberanikan diri memeluknya
Setelah
kejadian itu, Aku langsung melamar vira dan langsung menikahinya. Tak ku
sangka, ternyata di Dunia ini harta itu benar-benar tidak menjamin Kita
bahagia. Satu-satunya yang membuat hidup kita berwarna dan bahagia adalah kasih
sayang yang tulus. Kasih sayang yang benar-benar timbul dari hati nurani kita.
Sekarang
Aku hidup bahagia bersama Vira, sebagian hatiku yang dulu hilang kini telah
terisi kembali oleh kehadiran vira, walaupun Aku masih selalu teringat akan
selma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar